Senin, 11 April 2011

UPI Ohhh...UPI

Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) memiliki panorama alam yang sangat indah. Jika dilihat dari tempat yang lebih tinggi, deretan gedung di tengah hijaunya aksesoris pepohonan hijau dan taman-taman di sekitarnya menjadi kebanggaan Civitas Akademikanya. Namun jika disorot ke bagian yang lebih dalam, terutama arena perparkiran kampus Bumi Siliwangi, rupanya keindahan tersebut masih merupakan fatamorgana. Arena parkir yang masih semerawut masih menjadi problem yang belum terpecahkan jalan keluarnya.
Selain masalah arena parkir yang belum terorganisir dengan baik, pemungutan biaya parkir-pun menjadi fenomena yang sangat disayangkan. Para Security yang merangkap pekerjaan sebagai tukang parkir memunguti biaya parkir sebesar Rp 1.000,00 per motor dan Rp 2.000,00 per mobil. Saya sendiri semula tidak peduli dengan masalah itu, toh saya tidak memiliki kendaraan bermotor. Namun, ketika saya membaca sebuah artikel yang berjudul “Demo Tolak Parkir Bayar Sarebu Perak” yang ditulis oleh Risnawati Ririn, seorang Mahasiswi UPI pada blognya saya jadi ikut peduli juga. Dalam artikel itu, terdapat komentar seorang Mahasiswa yang mengaku dirinya sebagai Yoezron Bloom,
“ Data Kendaraan yang ada di UPI :
a. 7408 Sepeda Motor = 7408×1000 = ???
b. 1700 Mobil = 1700×2000 = ???
a+b = ??? x 25 hari = ???, per bulan pendapatan UPI dari parkir mencapai = Rp. 270.200.000,00. Namun, segala bentuk kehilangan..yaa tanggung jawab pemilik soalnya uangnya semuanya mau dimakan, universitas yang aneh…ckckckck”.
Adapun komentar dari Mahasiswa lain yang bernama Asep Nurhidayat, “ Wahai teman-teman, parah tah poin ke-lima dikartu kuning, segala bentuk kehilangan menjadi tanggung jawab pemilik kendaraan ai eta duit sarebu umat engke rek jeung naon???? lepas tanggung jawab, paraaahh!!!!”. Kebanyakan komentar-komentar yang dilontarkan dari tulisan tersebut memang memperlihatkan bentuk protes terhadap pihak Universitas, namun tidak memberikan solusi.
Sebenarnya saya masih bingung dengan ada atau tidaknya masalah pemungutan biaya parkir itu. Setelah saya mewawancarai beberapa mahasiswa/mahasiswi, hasilnya tidak ada pungutan dalam urusan parkir di pintu gerbang utama UPI. Jadi dari manakah timbul statement pungutan biaya parkir?. Ada pun beberapa fakultas yang mempunyai tukang parkir khusus pekerja non-UPI, itu merupakan kebijakan fakultasnya masing-masing dan seikhlasnya pula.
Menurut saya kalaupun ada pembebanan biaya tersebut ada baiknya, tetapi dengan alokasi dana yang terencana. Misalnya dana yang terkumpul disimpan pada pihak yang terpercaya seperti badan khusus yang mengelola biaya perparkiran dengan laporan pemasukan yang jelas. Kemudian biaya tersebut dipakai untuk pengembangan fasilitas perparkiran UPI, barangkali untuk ke depannya dibuat mesin sensor. Dengan menggunakan kartu khusus Mahasiswa pengguna kendaraan bermotor yang didekatkan pada mesin sensor, Civitas Akedemika UPI bisa parkir dengan gratis dan pembebanan biaya kelak hanya diperuntukkan untuk pengunjung non-UPI saja. Pikiran sederhana lainnya, jika memang para Mahasiswa tidak ingin dipunguti biaya parkir lebih baik tidak usah membawa kendaraan bermotor saja. Selain mengurangi global warming, juga menghemat biaya dengan tidak usah bayar biaya parkir. (DM)

UPI yang Mendambakan Ketertiban

Ketertiban merupakan hal yang didambakan setiap individu. Ketertiban suatu wilayah adalah tanggung jawab warga wilayah tersebut. Seperti halnya Ketertiban Kampus Bumi Siliwangi sudah selayaknya menjadi tanggung jawab Civitas Akademika Universitas Pendidikan Indonesia. Masalah perparkiran di kampus ini memang sedang ramai diperbincangkan. Berbagai pro dan kontra terjadi dimulai dari masalah pelanggaran parkir, pemungutan biaya parkir, sistem perparkiran yang belum menerapkan sistem teknologi yang menunjang dan dugaan korupsi uang parkir terjadi.
Pada tanggal 8 Maret 2011 perwakilan Mahasiswa UPI mengadakan audiensi bersama Pembantu Rektor bidang Keuangan dan Sumber Daya, Idrus Affandi, mengenai pemberlakuan tarif parkir berbayar di UPI (Isola POS). Namun tidak ada titik temu dari audiensi tersebut. Restu Nur Wahyudin, koordinator Komite Mahasiswa bersikukuh menolak adanya pemungutan biaya parkir yang memberatkan mahasiswa.
Tanggal 28 Maret 2011 kemarin, saya dan beberapa teman sekelas sempat mewawancarai beberapa mahasiswa/i, pihak satpam Universitas, Petugas parkir Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA), serta pihak Pengelola Aset FPMIPA. Beberapa Mahasiswa yang kami tanya mengaku tidak pernah dipungut biaya parkir. Sedangkan beberapa mahasiswa yang kami tanyai di FPMIPA mengatakan bahwa biaya parkir tidak dipungut secara paksa, tetapi seikhlasnya saja.
Menurut petugas parkir FPMIPA, memang uang dari hasil parkir digunakan untuk biaya makan, rokok dan sebagainya. Serta sebagian lagi disetorkan ke bagian Aset FPMIPA UPI, terkadang Rp 20.000,00 per hari untuk membantu pembiayaan pembelanjaan peralatan, namun terkadang dalam sehari tak ada sama sekali. Menurut Bapak Danang, Bagian Aset FPMIPA UPI menyatakan bahwa petugas parkir yang ada di FPMIPA bukan pekerja yang digaji setiap bulan oleh UPI. Namun, orang-orang luar yang menggantungkan penghasilannya dari biaya parkir yang diberikan Mahasiswa. Adapun satpam bertugas menjaga keamanan di sekitar kampus dan tidak merangkap menjadi tukang parkir.
Adapun pendapat satpam Universitas yang ada di gerbang utama UPI menyatakan bahwa pihak Tertib Masuk Kampus (TMK) beberapa hari yang lalu sempat diadakan audiensi bersama dengan perwakilan mahasiswa dan Pembantu Rektor Bagian Keuangan, namun belum hasil yang jelas. “Pak Idrus berpendapat pungutan biaya parkir yang akan diberlakukan kelak dikelola oleh Petugas Khusus, bukan satpam. Satpam hanya bertindak sebagai petugas keamanan saja. Hal itu ditujukan untuk meningkatkan fasilitas perparkiran UPI, seperti akan diadakannya sistem komputerisasi dan akan dibuat kartu khusus untuk mahasiswa/i yang memiliki kendaraan, serta menekan kapasitas kendaraan yang membludak”, ungkap Pak Cecep seorang Satpam yang sedang bertugas di Pos Satpam gerbang utama UPI. “Untuk masalah perparkiran di setiap Fakultas, sudah menjadi wewenang Fakultas itu sendiri. Misalnya di FPMIPA memiliki petugas parkir khusus, sedangkan di Fakultas lainnya tidak ada. Begitu pun masalah biaya parkir, yang jelas di pintu masuk gerbang utama para pengendara tidak dipunguti biaya. Mereka hanya diberi kartu tanda parkir saja”. Lanjutnya lagi. Seorang satpam lainnya ikut berkomentar entah keceplosan berbicara, “Dulu sempat diadakan sosialisasi berbayar sekitar tahun 2009, ya sendiri yang melaksanakannya. Tapi kayaknya gak bisa kalau di kampus ini”, ujar Pak One. Ada sedikit keganjilan dari pernyataan tersebut, berarti tahun 2009 lalu pernah diberlakukan tarif berbayar lantas kenapa satpam yang melakukannya? Bukankah pihak petugas pengamanan tidak berwenang memungut biaya apapun?. Pak Cecep kembali menerangkan, “ Dana untuk kartu parkir ini, tidak diberi oleh pihak universitas.” Pernyataan tersebut seperti mendukung pernyataan Pak One bahwa memang pernah diberlakukan parkir berbayar dan para satpamlah yang melakukan pemungutan itu, namun seperinya banyak kalangan yang tidak setuju terutama mahasiswa. Tidak dijelaskan berapa jumlahnya dan dialokasikan untuk dana apa saja selain kartu parkir. Entah satpam yang mencari keuntungan lain atau entah pihak mahasiswa yang terlalu berburuk sangka karena kurangnya transparansi dari pihak satpam dan hubungan komunikasi yang kurang baik.
Ada apa dengan kampus kita? Masalah ini terus saja dibiarkan berlarut-larut selama bertahun-tahun. Kapan akan berakhir? Belum ada jawaban. Semoga saja hasil dari audiensi dapat menjadi jalan keluar dari masalah yang tengah dihadapi saat ini. Sebaiknya seluruh Civitas Akademika UPI ikut andil dalam mencari solusi permasalahan ini demi tercapainya ketertiban yang didambakan. (DM)

Rahasia di Balik Gaun Si Jantan

Oleh : Dineu Maulani
Merak, siapa yang tidak tahu unggas berbulu indah ini. Unggas asli penghuni hutan Indonesia ini memiliki status dilindungi. Jika pada zaman klasik di kawasan Eropa para perempuan memakai gaun menjuntai hingga menyapu lantai. Sedangkan untuk laki-laki memakai pakaian yang tidak seribet gaun tersebut. Ini terjadi sebaliknya pada merak. Merak jantan memiliki bulu ekor yang panjang hingga menyapu tanah, sedangkan milik betina terlihat lebih simple. Orang awam sering mengira sebaliknya.
Merak jantan memiliki pola seperti berbentuk bola mata yang tersusun secara teratur pada sebuah kipas raksasa dengan variasi warna memukau dan corak yang teratur. Ketika para jantan ingin menarik perhatian betinanya, ia akan membuka lebar-lebar ekor kipas raksasanya itu. Sedangkan bulu yang berdiri di bagian kepala keduanya seolah bertindak sebagai mahkota, pantaslah jika mereka sangat menakjubkan.
Belum lama ini, para fisikawan dari Universitas Fudan, Cina menerbitkan jurnal mengenai bulu merak. Dalam jurnal tersebut ditemukan bahwa warna-warna cerah bulu merak bukan berasal dari pigmen (molekul dasar pembentuk warna pada kulit dan rambut), akan tetapi dari struktur dua dimensi berukuran teramat kecil yang menyerupai kristal. Mereka meneliti barbula pada merak hijau jantan dengan menggunaan mikroskop elektron. Barbula merupakan rambut-rambut mikro yang jauh lebih kecil, atau bisa disebut serat bulu yang tumbuh pada tulang bulu. Hasilnya, terungkap bahwa ukuran dan bentuk ruang di dalam tatanan kristal tersebut menyebabkan cahaya dipantulkan dengan berbagai sudut yang memiliki perbedaan sangat kecil dan memantulkan berbagai warna. Jadi sebagian besar warna bulu merak terbentuk bukan karena pigmen, melainkan pewarnaan struktural.
Desain yang ada pada seekor merak memiliki keterpaduan yang melahirkan keindahan bernilai seni tinggi. Tidak dapat diragukan lagi, yang mendesainnya memiliki kecintaan terhadap keindahaan. Dia-lah Allah, Yang Maha Indah pemilik keindahan.
Sumber :
- Harun Yahya
- bungabangsaku.blogspot.com

Minggu, 27 Februari 2011

Pentingnya Komunikasi

Komunikasi adalah sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain
(Davis, 1981). Jadi Komunikasi dapat diartikan sebagai suatu cara menyampaikan maksud atau tujuan dengan menggunakan bahasa. Caranya dapat secara lisan, tulisan atau isyarat yang dapat dimengerti oleh pembicara maupun lawan bicara dan keduanya saling merespon. Sebagai manusia yang merupakan makhluk sosial tentunya komunikasi merupakan kebutuhan. Jangankan manusia, makhluk hidup lain pun membutuhkan komunikasi dalam hidupnya tetapi dengan cara yang berbeda-beda. Misalnya anak kucing mengeong seperti mengisyaratkan “haus”, ibu kucing kemudian berbaring dan membiarkan anaknya menyusu. Kedua makhluk ini memiliki bahasa yang dapat dimengerti satu sama lain sehingga maksud dan tujuan dapat tercapai. Atau bunga-bunga di kebun yang berwarna menarik bergerak-gerak tertiup angin seolah berbicara kepada serangga “datanglah kemari”. Keduanya saling menguntungkan karena bunga dapat melakukan penyerbukan dan serangga pun telah kenyang menghisap sari-sari bunga.
Manusia berkomunikasi dengan cara-cara menusia tentunya. Bahasalah yang menjadi pengantarnya. Manusia diciptakan Tuhan berbeda-beda, baik bangsa, ras, suku, nasionalisme juga bahasa. Tujuannya adalah satu agar manusia satu dengan manusia lain saling mengenal.
Hal yang kerap sekali menjadi standar evaluasi bagi orang-orang yang ingin maju adalah hasil dari sebuah usaha. Biasanya hasil dari sebuah usaha ditentukan dengan bagaimana komunikasi berjalan dengan lancar atau tidak. Karena komunikasi mempengaruhi koordinasi antara satu individu dengan individu lainnya dalam sebuah pekerjaan, organisasi atau perusahaan. Misalkan dalam bidang pendidikan, jika para murid yang seorang guru didik menjadi  orang-orang yang kreatif, kritis dan mampu berkontribusi untuk masyarakat maka guru tersebut disebut orang yang berhasil menjalankan komunikasi yang baik dengan muridnya. Dalam organisasi, sebuah acara bhakti sosial dapat berjalan dengan baik apabila ketua pelaksana mampu mengkoordinir dan menjalin komunikasi dengan para paniti pelaksananya.Dalam perusahaan, tentunya selain produk yang akan membuat konsumen puas, pemasaran dan promosi tentunya sangat penting demi kelangsungan usaha.
Dalam berkomunikasi terdapat tata cara yang baik agar berjalan dengan lancar, seperti:
·         Jika berkomunikasi dengan menggunakan lisan:
1.       Pembicara hendaknya menyesuaikan topik pembicaraan dengan lawan bicara
2.       Menggunakan bahasa yang dapat dipahami antara pembicara dan lawan bicara
3.       Bicara dengan tidak menyinggung atau menyakiti perasaan lawan bicara
4.       Pembicaraan mengalir dengan serius tapi santai
5.       Tidak berbelit-belit dalam berbicara (Langsung pada pokok pembicaraan)
6.       Eye contact (Kontak mata agar lawan bicara merasa dihargai)

·         Jika berkomunikasi dengan menggunakan tulisan:
1.       Topik yang ditulis adalah hal-hal yang baru dan dimengerti oleh lawan bicara
2.       Memuat judul yang menarik
3.       Menyesuaikan bahasa penulisan dengan objek (Kepada siapa tulisan disampaikan)
4.       Menulis dengan rapi agar mudah dibaca


Jika hal-hal tersebut telah dilakukan dengan baik, maka akan tercapai hasil yang baik dari sebuah komunikasi.
Oleh karena itu, jangan hanya berpikir tentang hal apa yang ingin dibicarakan pada orang lain. Tetapi bagaimana cara menyampaikannya dengan baik agar orang yang kita ajak bicara dapat mengerti dan merespon dengan baik topik yang dibahas.